Selasa, 25 November 2008

Hujan koq Takut, Panas koq Bingung.

Ketika seluruh muka bumi terasa payau, maka berlaksa puisi terasa indah merangka carita bebulan berrasa-beraroma. Ketika rerumput melengkir bertiduran pada panas bantal bumi..ya..terasa indah pabila berdulang hujan menyentuh di antara kaki halilintar dan tanah menumbuhkan jamur barat. Lalu mbak Tatik Zakiati menyusuri jalan depan rumah mbah Sir, menuju arah matahari terbit..berhasrat menjumput jejamur di antara tunggak jati di depan kuburan desa, di teping tepi kali Mberut. Tetap indah apa yang tidak ada, berukir dalam benak sesuatu yang sedaang tidak di injak.
Hari ini hujan lagi, anakku ke sekolah berpanting tas yang seberat tubuhnya. Mungkin semangatnya melebihi semangatku semasa balita seusianya. Di tengah gerimis yaang menyapu merok bedaknya, mungkin ada juga yang ia pikirkan, selain gembira menjumpai para guru dan teman di taman canda, RA Perwanida, di dekat Stasiun Gebang. Ya..kebalitaan memang belum tuntas mengkaji dan memprakira, meski koran-koran pagi ini tak henti memprakira APBN dan peran Obama. Anakku akan tetap gembira.
Benarkah kegembiraan yang juga menjadi cita orang dewasa, haanyalah ketidaksampaian analisa atas tantangan yang begitu bergelora.
Hujan..para petani yang seharusnya gembira karena limpah air dari sesumber yang deras dan langit yang terus berjanji dengan awannaya..tetapi pupuk langka dan bibit tak terkira harganya.Yang berbondong punya senjata konsolidasi, dengan didampingi tokoh-tokoh LSM yang tidak jelas apa edeologi dan maunya, mereka berdemo di kantor-kantor kota, dinas-dinas teknis dan gudang-gudang yang tidak pernah para tani mengenalnya dan merekapun juga tak pernah memikir kesejahteraan.
Hujan..para penjual gorengan dan pecel Mblitar seharusnya senyum, sebab suhu yang semindit dingin, merayu perut untuk berkibatan dengan sukun goreng atau hanyat rempeyek ditaburi sambel kacang Kasmi Jatisari atau mbok Bari depan TD..
Tetapi tidak..rakyat sedang tidak sempat kibat-kibatan..otak mereka sedaang berlipat tangan dihantam tagihan leasing Supra dari badan-badan ekonomi yang berlink global. Hasil panen yaang disimpan berharap harga naik..justru turun harga bahkan sebagian membusuk..Memang tahun ini kami tidak perlu nempur, bahkan mbecek ke mbak Tun dengan seember beras..tiada seharga dibanding semarang angsul-angsul aneka jajan daan lawuh rasa Kuningan...sik leren sik maarani mboke ian.

Senin, 24 November 2008

Syukur Hari ini

Alhamdulillah, hari ini akan saya coba lagi, mengais ide yang pantas untuk ditulis dan dibaca para sahabat dan keluarga..kalau memang dunia ini masih panjang..sepanjang jarak waktu antara Eyang Putri Retno Dumilah dan ananda Shafwan El Basya yang sekarang lagi sekolah di RA. Perwanida, maka tulisan saya ini masih bisa dibaca sedasa turunan ke depan.
Seperti juga ananda Ian (demikian saya panggil Shafwan El Basya), saya sendiri juga hanya bisa ngurut nama-nama simbah-simbah, mulai eyang puitri Aminah-Nazuhroh-sampai eyang putri Retno Dumilah. Nyaris tanpa berkas kecuali makam-makam di Ploso, Mindi Nganjuk, Selo Madiun, Nggothak Madiun sampai Kayu Apak Solo.
Andai waktu itu sudah ada fasilitas internet dll..bolehlah kiranya saya memetik lebih lagi, lebih dari catatan hitam-merah buku tua di Dukuh Jatinom, di ndalem Pholomanis. Lebih dari catatan kakek Buyut Mohammad Imam, tentang kelahiran putra-putranya yang sepuluh orang itu, bahkan lebih dari naskah "Nylorong Pengeran Sajroning Puri" yang ditulis dengan pegon dan catatan kaki Thoriqoh Akmaliyah.
Tentu juga saya tak perlu niat mendalami Naqshabandiyah Kholidiyah harus ke Garum..karena seharusnya saya bisa belajar langsung dari Eyang Misri lewat Youtube misalnya.
Alhamdulillah..ini semacam sepenggal do'a..semoga tulisan-tulisan selanjutnya bermanfaat bagi anak-cucu saya, di kemudian hari dan juga jadi bahan diskusi untuk keluarga dan kawan-kawan yang kerso singgah di sini, di Dukuh Phalamanis.
Ada banyak yang bisa kita diskusikan, baik yang populer seperti pemanasan global atau krisis financial global..tapi juga yang tidak dikenal banyak orang..kecuali yang pernah ke Dhukuh Phalamanis..apa kabar kang Bandi, apa kabar Markonah, apa kabar Sri Tember, apa kabar Kang Muhdhori, bagaimana kang Nur Kholik bakul kresek, juga kang Jamal bakul lele dan sebagainya. Bahkan kalau bisa juga kabar 3 penembang tua dari Talun, bagaimana dengan siter dan corongnya.
Semoga masih aada waktu.