Kamis, 12 Februari 2009

Shodanco Supriyadi, Romo Baskoro dan Andaryoko

(Membela Peta yang ke 64)

Hari-hari sedemikian, dengan hujan yang tidak menentu dan di akhir musim bebuah durian, rambutan, mundung dan rahu serta aneka bebuah hutan yang lain, di kawasan Blitar utara. Juga pagut penantian pepanen palawija ayah petani Blitar selatan. 64 tahun yang lalu, sekelompok pemuda PETA yang tegap berbempalan dada, hendak berteriak di atas muka dunia, bahwa Indonesia hendak merdeka.

Peristiwa itu menjadi epos kesejarahan yang telah merasuk sebagai bagian kebangggaan bocah-bocah Blitar dari masa ke masa. Jauh sebelum kebanggaan atas peran Sukarno-Sukarni dalam era merdeka. Bahkan tidak lekang oleh prestasi putra-putra Blitar yang lain, baik di kancah regional maupun local. Tidak lekang oleh prestasi Walikota Djarot, ketua DPRD Samanhudi Anwar di tingkat lokal, juga tidak lekang dari prestasi DR Shodiqi hakim MK, Anas Urbaningrum, Brigjen Ahmad Yani Basuki, Lenjend Darmono, Profesor Budiono gubernur BI dan sekian banyak putra-putra Blitar, baik dari sayap kanan maupun sayap kiri, yang telah bertindak, sedang maupun terus menerus berbuat.

Kenangan dan epos PETA dan Supriyadi, telah menjadi bagian yang kuat menginspirasi seluruh putra Blitar. Supriyadi telah diterima sebagai roh yang menyemangati segala kaum, baik aktivis Pesantren maupun kalangan kejawen. Supriyadi telah menjadi figure yang sempurna yang belajar dari tradisi santri sekaligus abangan meskipun ia berdarah priyayi. Itulah yang memang telah menjadi ciri khas insan Blitar yang bisa diterima dengan baik dan lapang di pelukan cinta bocah-bocah Blitar. Kurang dari salah satu tiga hal tersebut, maka jangan berharap menjadi yang terbaik di Blitar sampai kapanpun.

Keeposan, kehebatan dan nugraha jiwa yang merekat pada para pejuang PETA, utamanya Supriyadi, telah dan terus akan menjadi bahan bacaan seluruh pengkarya Blitar. Bagi mereka yang bersetting kaum santri, akan menggali kesantrian Supriyadi sedalam-dalamnya, bagaimana beliau meminta restu pada kalangan ulama Blitar di waktu itu dan hizib-hizib ala thoriqoh mu’tabaroh yang diamalkan Supriyadi sebelum pemberontakan meletus. Demikian pula kebanggan kaum kejawen atas aneka jejimat Sang Supriyadi yang di akhiri dengan muksa sebagai puncak laku spiritualnya. Juga para bangsawan dan satria Blitar dari kalangan priyayi terdidik, mengilhamkan ruh Supriyadi sebagai jejamu bijak, di mana peran keluarga pekarya Negara haruslah diabdikan untuk rakyat bukan untuk kekayaan sendiri. Putra-putri pejabat haruslah di garis depan perjuangan untuk rakyat, dan bukan mendorong orangtuanya melakukan tindak korupsi, karena hedonisme yang menjadi sisi demit dalam konstelasi kekinaryaan dewasa ini.

Bagi saya pribadi, cinta dan pembelaan terhadap Supriyadi, langsung menimbulkan amarah manakala epos itu telah dibalikfaktakan oleh mereka yang tidak merasa among di masyarakat Blitar. Sehingga munculnya buku Romo Baskoro tentang Supriyadi kemarin, yang seolah ilmiah, perlu dikritisi habis-habisan dengan cara yang sama. Dengan cara yang sama, adalah mengkonfrontir jalan translate lisan yang menjadi pijakan ilmiahnya, dengan translate lisan yang beredar secara mutawathir di kalangan tetua Blitar.

Begitu mudahkah translate lisan dari seorang Andaryoko tentang ke-Supriyadi-an, menjadi ilmiah hanya karena diriwayatkan oleh Doktor sejarah yang berbasic Filsafat Gerejawi, Romo Baskoro dan hanya karena juga membicarakan beberapa fakta sejarah nasional yang sebagian kecil mutawatir?

Romo Baskoro dan Iman Gerejawi.

Bila benar logika Tan Malaka, bahwa agama telah menjadi bagian alam bawah sadar (unconsciounses), sehingga semua perbuatan manusia beragama, langsung maupun tidak adalah pengamalan bawah sadarnya, sebagaimana tertulis dalam Islam dan Madilog Tan Malaka, maka tanpa bermaksud merendahkan agama tertentu, sikap saya dan sikap siapapun yang berbuat sesuatu dan dia beragama, pastilah tidak lepas dari doktinal dan syiar keagamaan.

Lalu doctrinal bawah sadar apa yang mengilhami buku Romo Baskoro tentang masih hidupnya Sodancho Supriyadi Pahlawan Peta dalam personalitas Andaryoko Wisnu Prabu?

Romo Baskoro sebagai aktifis Katholik, pemimpin umat, adalah ahli filsafat made in Driyakarya. Tentu selama bertahun-tahun membicarakan detail kata dan detail fenomena sebagi objek dan subjek pendekatan ilmiahnya. Tetapi kegiatan ilmiah tersebut pastilah terbingkai dalam doctrinal unconsciouns term agama.

Kebetulan, bahwa agama yang di anut Romo Baskoro, memang menjadikan the oral law lebih dominant dari pada code-code hukum baik J, E, D maupun P, sebagaimana ungkapan Julius Welhausen dan Wurtheim, juga masalah hilangnya injil Q. Hal-hal tersebut sudah galib dan fasih dalam kalangan Gereja yang memahami.

Inti kata, karena dominasi oral law, pun mengilhami oral historic. Dan melalui Oral Historic itulah kebenaran ilmiah bisa dicapai meskipun tanpa validitas data day. Pembukuan sejarah Andaryoko sebagai Supriadinya Romo Baskoro, tak pelak bagaikan pembukuan Misynah sebagai kompilasi tradisi oral. Selebihnya memang, dalam semua tradisi beragama selalu terdapat tradisi oral law maupun oral historic. Tetapi karena ada factor politik dan kekuasaan tertentu maka, oral law itu harus diuji kesahihannya melalui konfrontir ketat, sehingga tercapai derajat kesahihannya. Pun dalam Islam, tingkatan hadits dari shahih-mutawathir sampai munqotik-khotob diberlakukan, belum lagi persoalan sanadnya, apakah terkontaminasi kepentingan tertentu dari pengkompilasian oral law maupun oral historic.

Bercermin dari alam bawah sadar tersebut, secara material kesejarahan, maka cukuplah tepat bagi Romo Baskoro meyakini oral historic yang disampaikan Andaryoko, sebagi fakta sejarah mutlak tanpa perlu melakukan konfrontir yang luas terhadapnya. Upaya konfrontir di dalam diskusui public yang telah di gelar, ternyata tidak menginsafkan Romo Baskoro maupun Andaryoko.

Hal kedua, menurut Romo Baskoro dalam sebuah diskusi, selama Supriadi yang diklaim warga Blitar, tidak tertemukan jejak kesejarahan secara komprehensif maka cukuplah bisa diterima klaim Andaryoko sebagai Supriadi. Saya secara pribadi juga memaklumi pernyataan itu sebagai bagian iman Romo Baskoro dan bukan bagian ilmiah. Bagian iman yang saya maksud, adalah merpersonalkan Yesus sebagai Isa yang disalib, selama tidak ada fakta bahwa Isa bukanlah Yesus atau Yesus bukanlah Isa. Dan dalam kenyataannya, kontroversi itu tidak pernah bisa ditemukan fakta komprehensif, melainkan hanyalah dinding iman dan ajaran keagamaan.

Dua hal di atas, disamping masih banyak hal yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar Romo Baskoro dalam menulis buku tersebut, memang perlu dikaji secara bijak, sayangnya penulis pribadi, tidak pernah ketemu Ramo Baskoro kecuali dalam forum diskusi yang terbatas beberapa waktu lalu.

Kamis, 08 Januari 2009

Yaa Ghuzzah...Assalamu'alaykum


Di tengah demonstrasi di negeri kami dan berita-berita duka di aneka media, juga barisan kaum yang geregetan dan marah bersimpul sorban dalam latihan beladiri dan suwuk-suwuk hizib. Assalamu’alaykum Gaza. Tanah yang dirahmati Allah dan symbol budaya dunia.
Allahumma, dengan keadilan Ibrahim ‘alayhissalam, kakek moyang Bani Israil dan Bani Ismail, bapak manusia dan pendiri tauhid, agama yang hanif, mohon tegakkan keadilanmu di Gaza dan sinarkan rasa adil pada jiwa-jiwa pemimpin-pemimpin dunia agar tangis anak-anak yang ketakutan di tengah asap senjata segera berbinar senyum sepanjang masa.
Ya Alloh, dengan keikhlasan Imam Syafi’I yang dilahirkan di Gaza, dan dengan semangat bertanggung jawab Al Hasyim, buyut Nabina Muhammad shallallahu’alyhi wasallam yang wafat di Gaza, limpahkanlah cinta setulus-tulusnya untuk anak-anak Gaza dan jiwa bertanggung jawab pada para pemeluk agama yang telah Engkau wahyukan.
Duh Gusrti Alloh, dengan AsmaMu yang terdengar dari nafas tersengal-sengal bayi-bayi Gaza, yang ibunya meronta melihat kebiru-biruan pada wajah mungil yang beberapa saat sebelumnya ceria dan ayah yang besok tidak lagi bercengerama dengan mereka. Sungguh jadikan taburan bom-bom Zionist adalah ayat-ayat dan dalil-dalil kekuasaanMu, bahwa Engkau akan memenangkan Gaza bukan sebab roket-roket ikhtiar yang diluncurkan, tetapi keberkahan iman pada para mujahiddin Gaza dan senyum para syuhadanya.
Ya Allah, sungguh engkau telah berfirman, bahwa kami harus berdo’a padaMu dan engkau langsung dan terus-menerus mengabulkan do’a itu. Sungguh kakak-kakak gadis kecil yang tertembus peluru, yang dibopong keluar dari ambulance tanpa daya, darah suci yang menetes di sela jemari para penolong. Mereka telah melempar batu, ketapel, peluru dan roket-roket yang sangat remeh di hadapanMu. Tetapi Engkau berkuasa menggetarkan jiwa musuh dan mempertebal taqwa jiwa-jiwa yang Engkau sayangi. Jadikanlah iman Gaza adalah benteng yang kuat melawan senjata Zionist yang angkuh dan menghianati janji Musa ‘alyhissalam.
Assalamu’alaykum Gaza. Ya Robb, sungguh Nabina Muhammad telah bersabda, bahwa do’a adalah senjata kaum Muslim. Bukankah ibu-ibu di tengah reruntuhan itu, dan anak-anak yang terpish dari cinta ayahnya, roti sekeping yang dibagikan untuk seluruh anggota keluarga, semuanya menjerit dan berkeluh kepadaMU. Bukankah hanya Engkau ya Robb, bukan Presiden, bukan Perdana Menteri bukan Dewan Keamanan yang menghentikan penderitaan atau memenangkan mereka. Mereka telah berdo’a dan berikhtiar.
Ya Tuhan, demi wewangi bunga sansieviera yang semerbak menjelang maghrib, ciptaanMu. Demi peluru api panas yang bisa terasa dingin hanya sebab nadzrah cintaMu. Di negeri ini, Indonesia, kami hanya bisa bersenjata do’a. Jadikan kami satu waktu kelak, juga berbaris dalam shalat berjamaah di masjid Al Quds yang dirindukan Nabi Muhammad, segera yaa Alloh, dengan segera yaa Alloh. Meski kami tidak sedang diburu rudal dan satelit mata-mata. Memang beda yaa Alloh, kakak-kakak kami yang bersimbah darah dan kami yang kekenyangan ayam goreng McD, Fanta dan Coca-cola, tapi mohon tempatkan pula kami di syurga yang bertetangga dengan mereka, sebab jiwa dan hati kami juga bergamit pada Gaza.
Ya Alloh yang Maha Indah, sungguh Engkau telah menciptakan Tzipi Livni yang cantik dengan rambut coklat dan bibir yang menawan, mohon jadikan gadis-gadis kecil yang tergolek di depan jamaah shalat janazah di Gaza, menjadi jawara-jawara dan bintang-bintang di Aden. Jadikan kesyahidan mereka menjadi idola anak-anak kami di negeri ini dan seluruh dunia. Ilham dan sumber semangat bagi bangsa-bangsa terjajah demi merdeka dan demokrasi yang bukan semu.
Pada brigade Al Qassam yang terdepan, kami bertumpu ya Allah.. Bukan hanya ayah dari gadis yang hanya terlihat kepalanya sebab jasadnya tertimbun reruntuhan, seperti gambar di media kami. Kami semua bertumpu pada Al Qassam. Bukankah Nabina Muhammad juga bertumpu pada mereka, demi agama yang ia syiarkan.
Ya Alloh, mohon jawablah tanya anakku--sehabis pulang dari TK--bukankah Zionis kafir, bukankah anak-anak Gaza seusianya adalah muslim, mengapa Alloh tidak menolong mereka? Yaa Alloh, sungguh anakku tak punya dosa, mohon jawablah tanyanya.
Yaa Robb, dengan semangat Umar Al Farouq yang membebaskan Al Aqsha, dengan cinta dan janji para Shahabat Nabina untuk kemakmuran Palestina. Satukanlah semua kebenaran dan pisahkanlah dari kebathilan. Sungguh telah dating kebenaran dan telah hancur kebatilan, dan eksistensi kebathilan akan terus-menerus hancur. Amin.